Rabu, 11 April 2012

MENYIKAP TABIR TERORISME


Michael Arnold Pramudito
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Kinerja Detasemen 88 dewasa ini menjadi fokus perhatian publik dalam upayanya memerangi terorisme di Indonesia. Prestasi yang baru saja dicapai ialah berhasil membunuh gembong teroris Dr. Azahari bin Husin yang paling dicari oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia. Sebagaimana diberitakan Metrotvnews.com pada hari Rabu tanggal 9 November 2005 diungkapkan bahwa pasukan Detasemen 88 Antiteror Markas Besar Polri yang dibantu Detasemen 88 Kepolisian Daerah Jawa Timur menggerebek sebuah rumah yang dihuni buronan kelas kakap kasus peledakan bom. Rumah yang digerebek tersebut berada di perumahan Flamboyan, kota Batu, Malang, Jawa Timur. Dalam penyergapan ini terjadi kontak senjata antara polisi dan kelompok teroris Dr. Azahari bin Husin selaku tersangka pelaku teror bom di Indonesia yang pada akhirnya dinyatakan tewas , kemudian penangkapan disusul kaki tangan Dr. Azhari yaitu Nurdin M Top. Ini menunjukkan kinerja Detasemen 88 sangat memuaskan, tetapi dari kinerja yang meningkat pasti juga disertai serangan yang juga akan meningkat ini menyababkan kekhawatira semua masyarakat Indonesia.
Belakangan ini permasalahan muncul bukan dari teror yang besar, tetapi teror terhadap pembunuhan perseorangan, bukan lagi pembunuhan masal tetapi merupakan ancaman individual dikarnakan bahwa perkembangan zaman menyebabkan seseorang harus bertahan hidup dengan cara apapun dan bagaimanapun. Terjadinya kejahatan bukan semata mata perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk malakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat tersebut.

b. Rumusan Masalah
    1. Bagaimanakan devinisi teroris, jaringan dan teror individual dapat terjadi?

PEMBAHASAN

1. Devinisi terorisme, jaringan terorisme dan teror individual.
 a. Devinisi teroris.
1) Menurut konverensi PBB tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.
2) Menurut US Department of Defense tahun 1990, terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau idiologi.
3) Terorisme menurut versi Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tahun 1987 dalam publikasi tahunannya mengenai terorisme global adalah kekerasan fisik yang direncanakan dan bermotifasi politik yang dilancarkan terhadap sasaran sasaran nonkombatan, oleh kelompok-kelompok subnasional aatau agen-agen rahasia negara, biasanya dimaksudkan untuk mempengaruhi publik tertentu.
4) Menurut TNI-AD, berdasarkan Bujuknik tentang anti teror tahun 2002, terorisme adalah cara berfikir dan bertindak yang mengunakan teror sebagai teknik untuk mencapai tujuan.
5) Dr. Hafit Abbas, Dirjen perlindungan HAM departemen Kehakiman dan HAM RI. Menyatakan bahwa terorisme adalah pemakaian kekuatan atau kekerasan tidak sah melawan orang atau properti untuk mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagian-bagiannya, untuk melaksanakan tujuan sosial atau politik.
Walaupun pengertian terorisme beraneka ragam tetapi ada kesamaan pandangan tentang ciri-ciri dasar terorisme, yaitu sebagai berikut:
1) Pengeksploitasian kelemahan manusia secara sistematik, yaitu kengerian atau ketakutan yang melumpuhkan (teror) terhadap kekerasan/kekejaman/penganiayaan fisik.
2) Penggunaan atau ancaman penggunaan kekerasan fisik.
3) Adanya unsur pendadakan/kejutan.
4) Mempunyai tujuan politik yang jauh lebih luas dari sasaran/korban langsungnya.
5) Sasaran pada umumnya nonkombatan.
6) Direncanakan dan dipersiapkan secara rasional.
b. Jaringan teroris.
Berdasarkan fakta-fakta empirik dapat diketahui bahwa hubungan antara kelompok-kelompok terorisme secara tertutup telah terjalin, bahkan antara kelompok teroris yang jaringan dan operasionalnya melibatkan negara-negara lainya. Cara kerja teroris merupakan kejahatan yang terorganisir yang meliputi:
1) Kerjasama kelompok teroris
Walaupun tidak ada konspirasi yang jelas antara kelompok terorisme tetapi fakta yang ada menunjukan peningkatan kerjasama antara kelompok ahli teroris di dunia. Kerjasama ini meliputi bantuan dalam hal sumber daya, tenaga ahli, tempat perlindungan bahkan pastisipasi dalam operasi bersama.
2) Operasi teroris
Ciri operasional terorisme terpenting terorisme ialah penggunaan ancaman kekerasan yang direncanakan. Operasi teroris biasanya dilaksanakan oleh elemen klandestin yang dilatih dan diorgnisir secara khusus.
3) Metode
Terorisme biasanya beroperasi dalam hubungan unik kecil yang terdiri dari personel yang terlatih menggunakan senapan otomatis, ringan, granat tangan, peledak amunisi dan radio transitor. Sebelum beroperasi biasanya teroris berbaur dengan masyarakat setempat untuk menghindari deteksi keamanan.
4) Taktik
Sasaran langsung dari kelompok teroris ini adalah menciptakan teror ( suasana kengerian, bukan penghancuran ). Dilihat dari segi ini, maka terorisme pada dasarnya adalah suatu taktik prikologis atau “perang urat saraf” dengan dua unsur penting, yakni kengerian dan publisitas.
c. Teror individual.
Terorisme bukan hanya berdampak buruk pada negara tetapi kemudian teror juga menyangkut keselamatan masing-masing individu. Belakangan ini muncul motif baru mengenai serangan teror, serangan ini menyebabkan semua individu menjaga keselamatannya masing-masing, bentuk teror memberikan efek sosial masyarakat amat terasa.
Kinerja kepolisian yang memang menangani masalah ini dipertanyakan ketika muncut sebuah situs agen pembunuh bayaran, ini berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat kepada kepolisian, sehingga pada saat ini semua individu sosial masyarakat menjaga dirinya masing-masing. Bentuk kebudayaan masyarakat gotong royong mulai terkikis oleh rasa ketidakpercayaan masyarakat kepada sesama individu, sebuah fenomena sosial yang harus segera dibenahi, bukan hanya pihak keamanan tetapi juga kita semua yang hidup berasyarakat.


PENUTUP

a. Simpulan
Diskripsi terorisme diatas menyatakan bahwa terorisme merupakan kejahatan nasional, segala bentuk teror di Indonesia adalah masalah bersama yang harus segera diatasi, masyarakat berupaya untuk bersungguh sungguh memberantas terorisme, baik melalui lembaga kepolisian maupun tim khusus detasemen 88. Apakah terorisme akan dapat diberantas sampai keakar-akarnya atau mungkin malah terorisme akan lebih berkembang pesat dan lebih terorganisir. Pertanyaan ini tentu saja tidak mudah dijawab. Namun, barangkali setiap orang mempunyai jawaban sendiri-sendiri berdasarkan alasanya masing-masing.
b. Saran
Ketika pergerakan terorisme hanya diberantas oleh kepolisian dan detasemen 88 akan sangan sulit, kasus ini harus ditangani secara serius oleh semua kalangan masyarakat sehingga deteksi dini dapat dilakukan, upaya deteksi dini harus didukung oleh semua kalangan masyarakat sehingga pergerakan organisasi terorisme dapat segera teratasi.


DAFTAR PUSTAKA

Buku.
Santoso topo, Zulfa eva. 2005. Kriminologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
A.Hasnan Habib. 1997. Kapita Selekta Strategi Hubungan Internasional. Jakarta: Centre For Strategic and Internasional studies.
Muhammad Ardison. 2010. TERORISME. Surabaya: Penerbit Liris.
Chazawi Adami. 2002. Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Jurnal.
Mulyanto dkk, Korelasi antara Kinerja Detasemen 88 dalam Menangkap Tersangka Teroris dengan Perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia,2005.
Hadi Prasetyo, Diskripsi Terorisme Internasional Sebagai Bagian Kejahatan Transnasional, Yustisia Edisi no 64 Januari-Maret 2004.
Web.
http://WWW.buletinlitbang.dephan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar